Hawa Sejuk Pegunungan dan Kearifan Lokal di Kampung Ciptagelar

Hawa Sejuk Pegunungan dan Kearifan Lokal di Kampung Ciptagelar
Kampung Ciptagelar, yang terletak di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, memancarkan pesona uniknya dengan hawa sejuk pegunungan yang senantiasa menyelimuti. Terletak di ketinggian sekitar 750 meter di atas permukaan laut di sisi barat Gunung Halimun, kampung ini menjadi pusat bagi masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar, bagian dari Kesatuan Adat Banten Kidul.
Warisan Lama yang Tetap Hidup
Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar, yang telah hadir selama lebih dari 640 tahun, memegang erat nilai-nilai adat istiadat mereka. Nama "Kasepuhan" sendiri, yang berasal dari kata "sepuh" (tua), menggambarkan adat istiadat lama yang masih mereka pertahankan dalam kehidupan sehari-hari. Pemimpin adat, yang disebut Abah, saat ini dipegang oleh Abah Ugi yang menggantikan ayahnya, Abah Anom, yang meninggal pada 2007.
Lumbung Padi dan Keberlanjutan Pangan
Kampung ini dipenuhi dengan leuit (lumbung padi) yang berjejer, menjadi simbol keberlanjutan pangan. Leuit-leuit ini telah menjaga kesejahteraan pangan warga Ciptagelar selama beratus-ratus tahun. Alam Ciptagelar yang didominasi oleh sawah, gunung, dan hutan menjadi bagian dari Taman Nasional Salak Halimun.
Salah satu praktik adat yang masih dipegang teguh adalah cara menanam padi yang hanya boleh dilakukan setahun sekali. Praktik ini bukan hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap alam, tetapi juga sebagai strategi untuk memastikan pemulihan kesuburan tanah. Dalam bercocok tanam, warga Ciptagelar menolak menggunakan pupuk dan obat-obatan kimia. Benih padi yang mereka gunakan merupakan warisan leluhur, dengan sekitar 180 jenis padi lokal Ciptagelar yang berhasil diidentifikasi oleh peneliti dari Institut Pertanian Bogor.
Meskipun menanam hanya setahun sekali, ketahanan pangan tetap terjaga melalui leuit-leuit sebagai lumbung penyimpanan padi. Pantangan untuk menjual padi atau beras merupakan wujud dari kearifan lokal yang memastikan kelangsungan hidup. Ritual adat memerlukan ketelitian dalam setiap tahap, mulai dari menanam padi hingga memasak beras.
Keseimbangan Antara Tradisi dan Kemajuan
Meski menghormati adat dan tradisi, warga Ciptagelar tidak menutup diri terhadap kemajuan zaman. Berbagai perkakas kehidupan, termasuk peralatan elektronik, diadopsi dari kota-kota terdekat. Mereka bahkan telah mengambil langkah maju dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan memasang pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Sumber daya air sungai yang berhulu di Gunung Halimun dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan listrik kampung.
Warga Ciptagelar menyadari bahwa kemampuan mereka untuk bertahan selama ratusan tahun dapat dicapai karena alam memberikan segala yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, menghormati alam bukan hanya sebuah tradisi, melainkan suatu gaya hidup yang tercermin dalam setiap aspek kehidupan mereka. Keselarasan antara tradisi, kearifan lokal, dan adaptasi terhadap kemajuan zaman menjadikan Kampung Ciptagelar sebagai perwujudan harmoni antara manusia dan alam.
Posting Komentar untuk "Hawa Sejuk Pegunungan dan Kearifan Lokal di Kampung Ciptagelar"